Kehidupan kadang beraneka macam pilihan. Khususnya kehidupan dalam bermasyarakat. Seorang yang sudah mengikrarkan diri kepada pernikahan berarti siap dalam berumah tangga. Di dalamnya ada berbagai hal yang harus dijalankan termasuk bersosial dengan masyarakat. Pada umumnya elemen masyarakat adalah kumpulan individu yang masing-masing memiliki karakter yang beragam. Ragam tersebut sebagai warna yang saling melengkapi, sebagai contoh:mudah marah, iri, sombong, fanatik, jumud, beku, cuek, pamer, ria, suka mencela, menggunjing, dan sebagainya. Namun ada pula yang ramah, sopan, simpatik, peduli, suka membantu sesama, dan masih banyak karakter lain seperti lumrahnya sebagai seorang manusia.
Ternyata segala
sesuatu dalam hidup ini butuh belajar. Long
live education, yaitu belajar sepanjang hayat. Sejak lahir sampai usia
senja pun manusia masih terus belajar. Dimensi waktu yang menjadi patokan
seseorang akan berhenti belajar adalah ketika meninggal dunia. Untuk itu saat
seseorang sudah terjun ke masyarakat, belajar bersosial yang baik adalah kunci
utamanya agar dapat diterima. Dalam ikhwal berumah tangga sepasang suami istri
tidak hanya berbaik sikap kepada sanak saudara saja, akan tetapi juga kepada tetangga
yang meskipun belum dikenali. Seperti halnya ungkapan dalam sebuah filosofi
bahwa manusia adalah mahluk sosial atau lebih tepatnya sebagai makhluk ruhiyah –
sebuah definisi dari Kyai Tanjung – sehingga segala aktifitasnya membutuhkan
orang lain. Hal itulah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain.
Semakin sering bersinggungan dan berkomunikasi
dengan orang lain baru dikatakan sebagai manusia yang mandiri. Sehingga
definisi mandiri itu justru bermakna sebaliknya dari pemahaman yang selama ini,
yaitu tidak bergantung kepada orang lain. Namun bagaimanapun juga sebuah
pemahaman harus mampu direalisasikan. Kalau tidak berarti hanya berhenti pada
kognisi saja. Untuk itu memang semuanya butuh latihan dan terus belajar.
Bila dipandang secara cermat,
sesungguhnya di dalam masyarakat memiliki permasalahan yang kompleks. Seperti
yang disampaikan di atas bahwa keberagaman karakter setiap individu sangat
mempengaruhi dan menjadi pemicu suatu permasalahan muncul. Maka dibutuhkan
sebuah pengendalian diri pada setiap individu. jika diibaratkan sebuah
kendaraan maka dibutuhkan rem supaya dapat dikendalikan dan tidak menabrak
kendaraan yang lain. Begitupun sebaliknya orang yang tidak memiliki rem –dalam
hal ini pengendalian diri – maka akan mudah melanggar norma yang ada pada
masyarakat tersebut. Suatu misal ada seseorang yang marah karena tersinggung
oleh ucapan tetangganya, bila tidak memiliki pengendalian diri yang baik maka
bisa jadi orang yang tersinguung tersebut membalas dengan hal yang serupa atau
bahkan lebih menyakiti hati. Meskipun rasa puas karena dapat membalas suatu
ucapan, disadari ataupun tidak kedua orang tersebut telah mengingkari untuk
hidup yang harmonis. Oleh sebab itu selain membutuhkan pengendalian diri, yang
tak kalah penting adalah mau memaksa diri untuk memafkan, lapang dada, atau
bahkan mendoakan semoga Tuhan segera menyadarkan orang tersebut. Sebagai
kesimpulan semakin banyak orang yang pandai mengendalikan diri maka kehidupan
yang harmonis adalah sebuah keniscayaan di masyarakat.
No comments:
Post a Comment