Mudik merupakan momen yang membahagiakan. Begitu kata
orang-orang yang tinggal di perantauan. Ya, seperti aku. Baru sadar, sudah lama
sekali tinggal di pulau jawa. Aku meninggalkan kampung sejak tamat dari MtsN
Bengkalis, sebuah pulau di Provinsi Riau yang terlihat indah di peta Indonesia.
Idul Fitri kemarin, aku tidak ingin melewatkan momen itu
untuk menyambangi orangtua. Bagiku, kebahagiaan yang tidak bisa dibeli adalah ketika
bisa bercengkrama dan melepas rindu bersama keluarga.
Dua tahun yang lalu aku resign dari UNAS Jakarta. Aku
sengaja pindah studi jurusan Teknik Industri di STT Pomosda, kecamatan
Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Terbayang dulu betapa berat meninggalkan kampung halaman.
Jauh dari orang tua, sanak saudara, serta uang saku yang minim. Terpaksa harus
kujalani, apalagi kalau bukan karena pendidikan.
Ayah ibuku adalah guru di daerahku. Aku baru tahu,
ternyata mereka sudah mengabdi untuk negeri selama hampir 30 tahun. Bukan waktu
yang singkat, hingga wajah mereka mulai menampakkan keriputnya.
Mereka ingin aku menjadi orang yang terdidik dan berguna
bagi nusa dan bangsa. Bahkan rela membanting tulang untuk mencari biaya
kuliahku yang cukup besar. Apalagi setiap tahun pasti membelikan aku tiket
pesawat untuk mudik maupun balik.
Aku melamun, ingatanku kembali mengingat kisah 6 tahun
yang lalu. Aku adalah anak desa Wonosari Barat yang tidak pernah mengenal kota.
Aku lebih suka menghabiskan waktu sore bersama teman-teman, bersenda gurau, dan
bersepeda ke waduk desa tetangga.
Tiba-tiba keputusan orang tuaku untuk menyekolahkanku ke
Pesantren di Jawa Timur benar-benar mengejutkanku. Aku sudah punya rencana
sendiri ingin melanjutkan sekolah SMA 1 Negeri Bengkalis, SMA favorit disana. Aku
berusaha mempertahankan egoku, namun apa daya, keputusan tidak dapat digugat.
Di waduk telah menunggu Opi, Kiki, Ira, dan Desi. Merekalah
sahabat terdekatku, sesama hobi main musik. Opi hanya diam, kami saling
memandang. Dengan berat hati, aku pamit kepada mereka. Seolah saling merasa
kehilangan, band yang selama ini kami bentuk dan tengah mempersiapkan rekaman
lagu ciptaan, kini tinggal kenangan. Kami harus berpisah demi masa depan yang
cerah.
“Aku nak pegi sekolah dulu e, kang kalo dah balek, kito kumpul
samo-samo lagi.” Kataku dengan bahasa melayu yang artinya “aku mau menuntut
ilmu dulu, nanti kalau aku sudah pulang, kita kumpul bareng lagi.” Tangis kami tak
dapat dibendung, aku tidak ingin peristiwa dramatis ini membuatku terlihat
cengeng. Ah, sialan, udah ah, aku mau siap-siap dulu. Besok penerbanganku pukul
7 pagi. Aku terbang dari bandara Sultan syarif Kasim II Pekanbaru. “Doakan aku ya kawan, semoga selamat
sampai tujuan.” Ucapku sambil bergegas dan mengayuh sepeda pulang ke rumah.
Preman desa mau ke Jawa pertama kalinya.hihiii |
Aku beruntung punya mas (jw:abang atau kakak), ia tengah
mengambil studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ngobrol dengannya, aku jadi
diajarin banyak hal, salah satunya teknologi. Masku berharap supaya aku punya
wawasan yang luas, punya teman yang banyak, dan tidak gagap teknologi. Pokoknya
dia ngajarin aku tentang perkembangan dunia yang sudah pesat dan luar biasa.
Itulah sebabnya kenapa aku sangat didukung untuk belajar di Jawa.
Aku takjub saat mas ku membuka layar hp miliknya, unik,
tidak ada tombolnya seperti hp ku, cara mengoperasikannya pun dengan di sentuh.
“Oh, mungkin ini yang dimaksud hp touch screen yang pernah aku baca di media
koran kemarin sore.” Ucapku dalam hati.
Ternyata aku sudah ketinggalan jauh sekali dengan
teknologi. Selama sekolah di SMA, aku tidak pernah ketinggalan pelajaran.
Hingga tiga tahun pun berlalu. Sepertinya aku sangat menikmati kehidupanku di
pesantren. Beruntungnya, pesantren tempat aku tinggal adalah pesantren modern,
namanya Pomosda (Pondok Modern Sumber Daya At-Taqwa).
Kini aku tidak hanya bisa
mengaji quran dan kitab, aku juga belajar mengoperasikan komputer hingga
software-software-nya. Hatiku berdebar setiap kali ustad(panggilan guru
pengajar di pesantren) menjelaskan komputer dan internet. Tanganku gatal, pasti
langsung aku praktikkan.
Hidup menjadi sangat mudah dengan teknologi. Setiap hari
minggu aku menelepon orang tua untuk mengabarkan perkembanganku di Pomosda.
Tahun 2014, akhirnya aku menyelesaikan studi dengan baik.
Yang tidak pernah aku lupakan, tahun itu aku beli hp
samsung galaksi ACE 3 di OLX, niatnya mau beli yang baru, tapi budget jauh dari
target. Hehe
Atas permintaan orang tuaku lagi, aku harus menuruti
keinginan mereka untuk kuliah di Jakarta. Dadaku sesak lagi, aku sudah
terlanjur ingin kuliah di STT Pomosda, sebuah jenjang pendidikan lanjutan yang
ada di pesantrenku.
Sejak kecil, aku merasa tidak pernah diberi kebebasan
memilih sekolah idamanku, sekarang aku sudah besar dan bisa berfikir. Aku siap
dengan risiko atas pilihanku. Aku sudah tidak kuat dengan hiruk pikuk kehidupan
Jakarta, sangat macet, biaya hidup yang mahal, meskipun sering naik KRL (kereta
rel listrik)atau dikenal commuter line jabodetabek, hari-hariku hanya dipenuhi
dengan khawatir telat sampai di kampus. Aku tidak betah, aku pilih pindah.
Bersama teman dari fakultas pertanian kunjungan ke IPB |
Dengan pertimbangan yang matang, untungnya orangtuaku mau
mengerti aku, aku sudah menemukan apa yang aku cari selama ini: Pendidikan yang
mengajarkan bagaimana seharusnya berdunia, pendidikan yang mengajarkan aku
bagaimana menjadi manusia yang beradab dan berakhlak, dan pendidikan yang
menunjukkan tentang rahasia kehidupan.
Aku bersyukur tak terhingga telah bertemu dengan Guru, Bapak
Kiai Tanjung. Beliau dapat menjelaskan apa tujuan hidup kita, kemana setelah
kita mati, dan ngapain kita di dunia. Aku belajar banyak sekali perihal spiritual
kepada beliau.
Aku mencukupi kuliahku hanya satu semester saja di
Jakarta, KHS (kartu hasil studi) yang sudah dibagikan segera aku transfer ke
kampus baruku. Kalau tidak salah ingat aku dapat IPK 2,7.
Aku semakin percaya diri dan tidak mau tertinggal
informasi, seperti remaja kekinian, aku jadi hobi dan gila baca buku, di kamar
kosan ku aja udah kayak perpus. Aku suka download beberapa aplikasi media
sosial seperti instagram, facebook, whatsapp, twitter, dan masih banyak lainnya
yang menunjang kemajuan diriku. Aku pun jadi suka nulis di blog, bahkan sempat
jadi editor di majalah Jatayu Nusantara.
Setiap mau beli tiket pesawat, aku nggak perlu repot lagi
minta dibelikan masku. Cukup buka traveloka dari hp atau laptopku, aku bebas
milih tiket pesawat, mau yang paling mahal sampe yang paling murah semua muncul
secara blak-blakan. Canggih kan?
Dunia sudah berada dalam genggaman. Aku terkesima dengan
buku Pak Rhenald Kasali yang judulnya “Disruption”, buku yang membangkitkan
kesadaran kita bahwa bisnis akan tertinggal bila menutup diri di era digital.
Generasi milenial harapannya dapat memberi dampak untuk
kemajuan zaman. Saya sadar, saya termasuk anak generasi ini, saya pun harus
berkarya dan berinovasi. Seperti traveloka yang merupakan salah satu karya anak
negeri. Menurut wikipedia, traveloka adalah “perusahaan yang menyediakan
layanan pemesanan tiket pesawat dan hotel secara daring dengan fokus perjalanan
domestik di Indonesia.”
Dahulu, kalau kita mau beli tiket pesawat harus datang
langsung ke bandara atau beli di agen tiket pesawat. Kini, kita bisa memesan
tiket dimana saja, kapan saja, dan pukul berapa saja.
Sejak 2014 hingga sekarang langgananku tetap traveloka. Kemarin
waktu tengah liburan semester IV, aku pulang ke rumah. Pas mau balik ke Jawa
lagi, aku tidak punya anggaran uang yang banyak. Aku buka traveloka lagi,
berharap masih ada tiket ke Surabaya yang harganya dibawah satu juta.
Pucuk dicinta ulampun tiba, terbantu sekali dengan fitur
best price finder-nya traveloka. Disana sudah tersedia tiket murah dan sedang
ada promo.
Betapa gembiranya aku, dapat tiket harga 790 ribu sekian.
Tidak pakai lama, langsung sikat! Menurut pengalamanku, keberuntungan ini bisa dicari kalo pesan tiketnya jauh-jauh
hari, misalnya satu bulan sebelum keberangkatan.
Cukup dari layar hp ku, aku klik harga terbaik. Lalu
melakukan pembayaran dengan tranfer lewat mobile banking. Dalam hitungan detik,
traveloka pasti bakal ngirim email dan sms e-tiketnya ke alamat kita.
Sampai dibandara, nggak perlu ngeprint e-tiket yang telah
dikirim lewat email, tunjukin aja sms dari traveloka, e-tiket yang dikirim
adalah kunci kita masuk ke ruang check in. Saat check in pun tunjukin
lagi sms dari traveloka untuk mendapatkan boarding pass-nya. Mudah banget ya.
Kini, aku sudah di penghujung akhir masa kuliah. Aku
sudah semester VII dan tengah menyiapkan segala sesuatunya untuk skripsi. Kuliah
disini adalah pilihanku, dan aku merasa tidak salah pilih jurusan. Teknik
industri sangat cocok dengan bisnis yang tengah aku jalankan, mata kuliah seperti
akuntansi, R&D, MSDM, pemasaran, statistik, website, dan masih banyak
lainnya nyambung banget dengan usaha yang aku geluti. Semoga ini dapat menjadi
langkah awalku untuk menggapai mimpi.
aseek endors traveloka, awas hati2 loh kalo gak diuninstal nanti kena boikot
ReplyDeleteUdah, nggak usah ikut2an, kita perang karya aja...
Delete